Senin, 24 Februari 2014

Peran Guru Ngaji Mulai Luput


ilustrasi
Guru ngaji, yang dulunya mudah sekali untuk dijumpai. Tiap kampung mudah untuk mendapatkan sang guru ngaji, namun sekarang Guru ngaji sudah susah untuk didatangi dan jarang terdengar lantunan ayat-ayat AlQur’an nul Karim dari mulut para murid.

Dahulu usai ba’da sholat maghrib, banyak sekali murid-murid dari berbagai usia yang berbondong-bondong untuk menuju rumah sang guru, berbekalkan Al-Qur’an yang dipeluk dengan penuh sopan dan kehati-hatian. Sekarang hanya Al-Qur’an yang dipajang dirumah-rumah, entah diperhatikan atau mungkin sudah lupa akan tuntunan yang terkandung didalamnya.
Ejaan-ejaan terdengar jelas yang dikeluarkan dari mulut para murid yang belajar, suara yang sembrawut menghiasi malam dengan harapan menjadi murid pintar ngaji yang nantinya akan disayang oleh sang guru dan orang tua.

Guru ngaji tanpa mengharapkan imbalan ataupun balasan dari para murid, dengan penuh suka cita mengajarkan murid-muridnya, tidak ada kata lelah maupun menyerah, yang dalam hatinya hanya mengharapkan balasan Akhirat dan pahala.

Sekarang sudah jarang terlihat gurungaji dan murid-murid yang berkumpul dirumah-rumah, ataupun dimasjid maupun majelis serta pengajian, hanyaa lantunan jrekaman kaset maupun tipe recorder yang di stel tiap menjelang ba’da shalat Isa maupun usai subuh.

Bukankah semuanya dipengaruhi oleh kecanggihan semata. Tidak perlu dipungkiri prodak era globalisasi, namun perlu dihawatirkan banyaknya penerus bangsa indonesia yang didominasi oleh muslim yang nantinya jarang bisa ngaji dan mungkin muslim tidak bisa mengaji.
Khususnya desa dorebara, desa tempat keberadaannya komunitas Kampung Media  Sanggicu Dompu sejak tahun 2010 lalu, sangat sulit didapatkan yang namanya tempat latihan mengaji. Ada hanya beberapa tempat yang yang masih aktif untuk masyarakat belajar mengaji itupun muridnya sangat sedikit dan mampu dihitung jari.

Seperti rumahnya Kuflin Supriadin, S.Pd, Kuflin yang kerap dipanggil Jhon oleh sahabat dan istrinya ini masih meluangkan waktu untuk membuka rumahnya sebagai tempat belajar mengaji, Jhon yang kesehariannya mengajar disalah satu pondok pesantren dikabupaten Dompu yaitu Ponpes Yasmin mata pelajatran Pendidikan Agama islam mengaku ingin sekali menjadikan Dorebara sebagai desa berpendidikan Islam dan lancer mengaji.

Lebih dari sepuluh ,urid ia ajarkan tiap malamnya bersama sang istri tercinta, banyak masyarakat yang ia ajak anaknya untuk diajarkan mengaji, namun entah mengapa anak-anaknyajustru malas untuk belajar mengaji, tidak ada tariff yang dipasang, melainkan gratis yang sebenarnya, namun mereka masih juga malas dan tidak mau. “dirumah saya dan istri yang mengajarkan mereka mengaji, murid sampai sekarang lebih dari sepuluh dari tingkat SD dan SMP, Al-Qur’an dan Iqro maupun Juz’ama disediakan, tetapi masih saja banyak yang tidak ingin belajar mengaji” Ujarn pria supel tersebut

Keluhan kecewa dahulu terlontar masyarakat yang ingin sekali anaknya pintar mengaji, namun sekarang berbalik drastic, karena keluhan terlontar dari sang guru seperti keluhat Jhon Kemarin saat ditemui dirumahnya Rt 09/ Rw 05 “saya tidak pernah membebani mereka yang mengaji dengan membantu pekerjaan rumah dan lainnya, banyak murid-murid ditempat saya mengajar saya uajak untuk belajar mengaji usai sholat Maghrib dirumah saya sekalian belajar tambahan, sebenarnya untuk menambah pengetahuan mereka, namun entah kenapa murid-murid saya masih belum mau, dan orang tua  juga saya kabarkan untuk mau membantu” keluh jhon dengan penuh penyesalan

Namun tidak sampai disitu perjuangan sang guru ngaji muda yang ingin sekli paradigma desa Dorebara, karena impiannya ingin menjadikan desa berlantunkan Ayat suci Al-Qur’an, yang harapannya ada bantuan dari pemerintah daerah maupun yang bersangkutan dengan Agama sedikit memberikan support masyarakat agar mau mengajak anaknya untuk sama-sama belajar mengaji. Azis red

Tidak ada komentar :

Posting Komentar